25.4 C
Jakarta
Rabu, Oktober 22, 2025

Tahun 2017 Pernah Di Tolak DPPSBI, Sekarang Rencana Geothermal Di Gunung Lawu Kembali Mencuat

Must read

INewsID-Rencana pembangunan geothermal di Gunung Lawu yang di lakukan oleh Kementerian ESDM di daerah Jenawi, Karanganyar,  tidak hanya menuai kritik tajam dari para aktivis lingkungan. Tetapi anggota dewan, masyarakat adat dan elemen masyarakat dari berbagai komunitas kompak bersuara menentang pembangunan pembangkit panas bumi tersebut.

Ketua DPPSBI ( Dewan Pemerhati dan Penyelamat Seni Budaya Indonesia) Dr. BRM Kusuma Putra, S.H,.M.H beralasan, bahwa gunung lawu selama ini dianggap sebagai pancernya tanah jawa. Pusat peradaban Nusantara dan spiritual. Sekaligus memiliki banyak peninggalan cagar budaya berupa candi candi dan petilasan.

Ketua DPPSBI yang juga berprofesi sebagai advokat Dt. BRM Kusuma Putra, SH,MH/ foto : Dok. DPPSBI

Gunung lawu juga kantong air yang menyuplai kebutuhan air untuk wilayah Karanganyar, Solo dan Sragen.

Oleh karena itu dampak dari ekplorasi panas bumi tersebut kata Ketua DPPSBI, tidak hanya merusak ekosistem lingkungan, sejarah dan peradaban budaya yang ada di gunung lawu, tetapi juga hajat hidup orang banyak terkait air sebagai sumber kehidupan juga akan terganggu, serta hilangnya keseimbangan antara manusia dengan alam beserta seluruh ekosistem yang ada di dalamnya.

‘Merebaknya pembangunan kawasan wisata saat ini saja sudah berdampak sangat serius pada kelestarian alam, apalagi di tambah dengan geothermal, semakin memperparah kondisi alam gunung lawu’ Ujar Ketua DPPSBI yang juga Ketua Umum Forum Budaya Mataram (FBM).

Kusuma mengingatkan kembali aksi penentangan pembangunan geothermal di gunung lawu pada tahun 2017 yang kala itu akan di lakukan oleh Pertamina.

Saat itu DPPSBI bersama aliansi masyarakat peduli lingkungan menentang rencana eksplorasi tersebut. Pasalnya dampak kerusakannya akan sama seperti yang kita khawatirkan saat ini.

Tahun 2017 silam DPPSBI juga sempat memasang puluhan spanduk penolakan dengan tagline ‘ Save Lawu’ diberbagai titik keramaian wisata di lereng lawu.

Kusuma mengingatkan, saat ini pihaknya sudah mendaftarkan Gunung Lawu sebagai lanskap cagar budaya ke Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) JawaTengah pada tanggal 7 Maret 2017. Pendaftaran tersebut baginya sangat penting agar Gunung Lawu sebagai pusat kebudayaan sejarah dan spiritual tetap Lestari sepanjang masa.

Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya pada Pasal 1 mengatakan, Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Sementara itu pada ayat yang lain di uraikan,  Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.

Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.

Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.

Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

Maka atas dasar alasan perundang undangan inilah, DPPSBI pada tanggal 7 Maret 2017 mendaftarkan Gunung Lawu sebagai landskap cagar budaya ke BPCB Jawa Tengah.

Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2010 Pasal 31 Ayat 5 di menerangkan, selama masa pengkajian, benda, bengunan, struktur atau lokasi hasil penemuan atau yang di daftarkan, di lindungi dan di perlakukan sebagai cagar budaya.

Sementara itu terkait dengan sanksi pidana, Ketua DPPSBI yang juga berprofesi seorang advokat ini menyampakan soal sanksi pidana paling lama 5 tahun dan denda paling sedikit 10 – 500jt, bagi yang dengan sengaja mencegah, menghalang halangi atau menggagalkan upaya pelestarian, termasuk juga bagi mereka yang merusak.

Padahal jika kita merujuk banyaknya situs cagar budaya di Gunung Lawu antara lain Candi Sukuh, Candi Cetha, Candi Planggatan, Candi Ketek, Situs Menggung, Tapak Brawijaya, Pringgondani dan puluhan situs sejarah lain yang ada di Gunung Lawu, maka sudah selayaknya Gunung Lawu di tetapkan sebagai landskap cagar budaya, untuk menghindari kepentingan ekonomi para oknum mafia migas yang ingin merusak kelestarian Gunung Lawu.

Belum lagi jika berkaca pada sejarah peradaban yang ada di gunung lawu, tentu DPPSBI sebagai elemen masyarakat yang peduli terhadap lingkungan dan sejarah akan menentang keras kebijakan Pembangunan geothermal di Gunung Lawu.

 

 

 

 

 

 

ViaRed
- Advertisement -spot_img

More articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -spot_img

Latest article